Proses Perubahan Negara Republik Indonesia Serikat Menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia
A. Pendahuluan
Awal tahun 1950 merupakan periode krusial bagi Indonesia. Pertentangan dan konflik untukmenentukan bentuk negara bagi Bangsa dan Negara Indonesia tengah berlangsung. Pada satu sisi,secara resmi saat itu Indonesia merupakan negara federal, sebagaimana hasil perjanjianKonferensi Meja Bundar (KMB). Akan tetapi, pada saat yang bersamaan muncul gerakan yangmenentang keberadaan negara federal itu. Gerakan ini eksis bukan saja di kalangan elit, tetapijuga di kalangan masyarkat bawah. Gerakan tersebut menghendaki diubahnya bentuk Negara federal menjadi negara kesatuan.
Oleh banyak pengamat luar negeri gerakan itu dianggap terlalu dini, tergesa-gesa, tidak
perlu dan agak angkuh. Pandangan seperti itu muncul, karena gerakan kaum republiken itu
dianggap tidak memperhatikan semangat dan fasilitas yang ada dalam persetujuan KMB. Akantetapi apabila diperhatikan jauh, gerakan tersebut bukan saja kuat, tetapi juga sehat. Secara social dan politik, Indonesia akan berada dalam keadaan yang tidak baik jika tidak ada perkembangantersebut. Bagi kebanyakan orang Indonesia, sistem federal dianggap sebagai warisan colonial sehingga harus segera diganti. Sistem itu dipandang sebagai alat pengawasan dan peninggalanBelanda. Oleh karena itu, sistem federal merupakan halangan bagi tercapainya kemerdekaanIndonesia yang lepas sama sekali dari Belanda. Dengan dasar pikiran itu, maka mempertahankansistem federal berarti mempertahankan warisan penjajahan masa lampau yang tidak disukai masyarakat.
Meskipun demikian perjuangan kaum republiken untuk mewujudkan terbentuknya sebuahnegara kesatuan bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Pada satu sisi, saat itu secara resmimasih tegak berdiri sebuah negara yang secara resmi berbentuk negara federal lengkap denganalat-alat kenegaraannya. Dengan demikian, betapapun lemahnya pendukung sistem negara federaltersebut pasti masih ada di Indonesia. Oleh karena itu, perjuangan untuk mengembalikan bentuknegara dari federal menjadi kesatuan harus dilakukan dengan cara yang benar agar tidak dianggapsebagai pemberontakan kepada pemerintah yang sah. Pada sisi yang lainnya, saat itu tentaraBelanda masih ada di Indonesia, lengkap dengan persenjataannya. Mereka ini merupakanpendukung kaum federalis. Dengan demikian, kaum republiken harus juga bersiap menghadapikonflik dengan tentara Belanda sebagai sebuah kesatuan resmi atau paling tidak pada oknumtentara Belanda.
B. Kondisi Sosial - Politik di Indonesia Setelah KMB
Adanya halangan psikologis yang seperti itu, ternyata masih ditambah realitas politik yangberkembang saat itu. Dalam negara Republik Indonesia Serikat (RIS), Republik Indonesia (RI)yang sesungguhnya tidak lebih dari satu diantara 32 negara bagian yang ada, pada dasarnya masihtetap otonom. Kondisi itu terlihat karena secara administrasi RI tidak bergantung kepada RIS.Hal itu lebih diperparah lagi, dengan banyaknya pegawai negeri sipil dalam negara-negara bagian,seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Pasundan yang lebih mentaati aturan-aturan dari IbukotaRI Yogyakarta dibandingkan terhadap Jakarta. Keadaan itu seringkali menimbulkan administrasiganda yang membingungkan. Ada dua kelompok pegawai negeri sipil yang berusaha mengaturteritorial yang sama dengan dua aturan yang sangat mungkin berbeda.Fenomena itu merupakan manifestasi politik pada masa sebelumnya. Pembentukan negaranegarabagian di berbagai wilayah Indonesia oleh Belanda, pada dasarnya eksistensinya tidakpernah diakui oleh Pemerintah RI di Yogyakarta. Tindakan yang kemudian diambil olehPemerintah R I adalah mendirikan pemerintahan bayangan di negara-negara bagian, mulai daridesa sampai ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Untuk menunjukkan eksistensi RI di daerah yangkemudian dikenal sebagai Bijenkomst voor Federaal Overleg (BFO) ini, dikirim uang ORI(Oeang Republik Indonesia). Dengan tindakan itu, maka secara ekonomis dan politis, RI masiheksis di wilayah BFO.Faktor lainnya adalah prestise RI yang tinggi karena dianggapsebagai pemenang perang dan perjuangan kemerdekaan. Prestise itu semakin meningkat denganterjaminnya law and order di wilayah RI, kelancaran administrasi pemerintahan, dan korupsiyang relatif tidak ada dibandingkan dengan negara-negara bagian lainnya.
Semua kondisi itu diperkuat dengan solidnya kaum republiken di tubuh pemerintahan RIS. Mulai dari Presiden RIS, Soekarno jelas merupakan seorang republiken yang pastimendukung gerakan kembalinya negara kesatuan. Perdana Menteri Hatta dan kabinetnya jugadidominasi oleh kaum republiken. Oleh karena itu, secara politis dan adminitratif kaumrepubliken sudah menguasai pemerintahan Negara RIS. Saat itu, dalam susunan kabinet Hattayang dianggap mewakili kaum federalis hanya lima orang, yaitu; Anak Agung Gede Agungsebagai menteri dalam negeri, Kosasih sebagai menteri sosial, Arnold Mononutu sebagai menteripenerangan, Sultan Hamid II dan Suparmo sebagai menteri tanpa portopolio. Akan tetapi apabiladiperhatikan lagi, diketahui bahwa meskipun Arnold Monomutu berasal dari B FO,sesungguhnya dalam parlemen Negara Indonesia Timur (NIT), dia merupakan kelompok prorepubliken.Dengan demikian, dia dipandang lebih republiken daripada federalis.
Dari semuaanggota kabinet Hatta, yang sungguh-sungguh mendukung bentuk negara federal hanyalah SultanHamid II dan Anak Agung Gde Agung. Pada sisi yang lainnya terdapat ambisi politik yang kuat dan terus dipelihara dalam tubuhPemerintahan dan Negara R I untuk mengembalikan bentuk negara kesatuan di Indonesia. Hal itudapat diketahui dengan ditempatkannya usaha untuk meneruskan perjuangan mencapai Negara kesatuan yang meliputi seluruh Kepulauan Indonesia dalam program kabinet Dr. A. Halim, Perdana Menteri RI.Dorongan semangat yang lebih besar datang muncul karena duakejadian. Pertama, ditariknya kekuatan militer Belanda di negara bagian yang tergabung dalamBFO. Kedua, berkaitan dengan yang pertama, kondisi tersenut menyebabkan dibebaskannyaribuan tahanan politik yang sangat pro-republiken dari berbagai penjara. Semua kondisi itumenyebabkan kekuatan gerakan persatuan menjadi lebih besar. Gerakan yang menentangnyahanya muncul di tempat-temapt di mana sejumlah kesatuan pasukan kolonial dan KoninklijkNederlandsch Indisch Leger (KNIL) belum didemobilisasi.
Kuatnya gerakan persatuan itu kemudian semakin bertambah kuat karena mayoritasmasyarakat negara bagian juga tidak mendukung pembentukan negara-negara bagian tersebut.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembentukan negara-negara bagian sangat tidakmemiliki dukungan yang kuat, kecuali dari Belanda. Oleh karena itu, ketika Belanda mulaimelepaskan kontrolnya atas negara-negara bagian maka rakyat negara bagian itu bergerakmenuntut untuk kembali kepada R I. Dengan kondisi itu, maka kejatuhan negara-negara bagiantinggal menunggu waktu saja. Oleh karena itu wajar apabila di berbagai negara bagian munculgerakan yang menuntut pembubaran pemerintah daerahnya atau negara bagiannya. Gerakansemacam itu kemudian menuntut agar daerahnya digabungkan kepada RI.
C. Gerakan Pembubaran Negara Federal di Daerah
Negara bagian yang memelopori pembubaran pemerintahannya adalah Pasundan. Tindakan itudilakukan bahkan sebelum Pemerintahan RIS resmi terbentuk dan berkuasa di Indonesia. Jadi diPasundan gerakan menentang bentuk federal sudah dilakukan bahkan ketika negara Indonesiabelum resmi berbentuk federal. Kemunculan gerakan anti negara federal dimulai kuandenganadanya resolusi dari berbagai elemen masyarakat untuk menggabungkan wilayahnya dengan RI.Keadaan itu sebagian besar disebabkan kurang mampunya Pemerintah Pasundan untukmemelihara keamanan dan ketertiban di wilayahnya. Situasi itu mendorong adanya resolusi dariIndramayu yang diantaranya ditujukan kepada Presiden RI dan ketua Komite Nasional IndonesiaPusat. Isi resolusi itu mendesak Pemerintah RIS supaya sebelum pengkuan kedaulatan selekasmungkin mengubah status Jawa Barat menjadi daerah RI dengan cara menghapus Negara BagianPasundan. Tindakan itu dilakukan supaya keadaan di Jawa Barat aman tentram. Resolusi itumuncul berdasarkan kejadian di desa-desa yang keamanannya tidak terjamin. Hal itumembuktikan bahwa Negara Bagian Pasundan tidak dapat menjamin keamanan dan ketentraman rakyatnya.
Kondisi itu kemudian meluas dengan keputusan kepala desa di Tasik Malaya yangmemutuskan hubungan dengan Pemerintah Pasundan dan memilih bergabung dengan RI. Lebihjauh lagi tindakan itu kemudian didukung oleh sebelas anggota Dewan Perwakilan Kabupaten Tasikmalaya.Dengan demikian peristiwa ”pembelotan” para kepala desa itu mendapatkandukungan politis di tingkat pusat, sehingga mendapatkan legitimasi yang kuat secara politik.Dukungan rakyat Jawa Barat terhadap gerakan penyatuan semakin besar ketika terjadi peristiwaWesterling di Bandung pada awal 1950.Semua kondisi itu telah merusak kedudukan dan reputasi kaum federalis. Apalagi sejakperistiwa Westerling timbul keyakinan di kalangan masyarakat bahwa beberapa pejabat tertentuPemerintah Pasundan telah mengadakan semacam perjanjian dengan Westerling. Tuduhan itumenguat karena adanya kenyataan bahwa sejumlah anggota Pemerintahan Pasundan ternyataberkebangsaan Belanda. Mereka itu kebanyakan bertugas di bidang militer. Saat itu, sebagianperwira polisi dan Militer dalam tubuh Pasundan masih dijabat orang-orang Belanda. Merekaitulah yang kemudian membelot kepada Westerling.
Keadaan itu semakin memperkuat posisi kaum republiken di Parlemen Pasundan.
Dimotori oleh Oli Setiadi dan Dr. Hasan Nata Begara Cs, mereka ini kemudian mendesakparlemen agar Negara pasundan dibubarkan saja.Dengan kondisi politik yang seperti itu,akhirnya melalui Keputusan Parlemen Pasundan 8 Maret 1950 dengan suara bulat diputuskanuntuk menggabungkan Negara Pasundan ke dalam Negara RI.Keputusan itu kemudiandisahkan dengan lahirnya Surat Keputusan RIS No 113 tanggal 11 Maret 1950 yang menyatakanbahwa wilayah Pasundan termasuk ke dalam Negara RI. Pemerintah RIS di Jawa Baratkemudian diganti dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan gubernurnya yang dijabat olehM. Sewaka, yang sebelumnya bertugas sebagai Komisaris RIS di Pasundan. Meskipun demikian, negara bagian pertama yang secara resmi bergabung kembali dengan RI adalah Negara Bagian Sumatera Selatan. Pada tanggal 10 Februari 1950, Dewan PerwakilanNegara Bagian Sumatera Selatan mengadakan pemungutan suara untuk menyerahkan kekuasaannegara bagian itu kepada Pemerintah RIS. Peristiwa itu kemudian menjadi efek bola salju yangsemakin lama semakin besar, karena kejadian di Sumatera Selatan segera diikuti oleh hampir semua negara bagian. Namun demikian ada kecenderungan untuk lebih memilih membubarkannegara bagian yang bersangkutan dan kemudian digabungkan ke dalam Negara Bagian RI.
Dengan demikian, negara-negara bagian itu tidak membubarkan diri dan menyerahkankekuasaannya kepada RIS, tetapi melebur ke dalam RI. Gerakan itu tidak ditentang oleh parapemimpin R I S. Mereka justru memberikan kesempatan kepada gerakan tersebut untuk
meneruskan tindakannya.Fenomena itu disebabkan gelombang pasang semangat nasionalis yang besar di kalangananggota Senat RIS. Mereka itu percaya bahwa tujuan dan politik masa depan mereka harusdisesuaikan dengan kondisi politik yang sedang berkembang saat itu. Oleh karena itu, merekamengikuti kemauan Majelis Permusyawaratan dan Pemerintah RIS untuk mengeluarkansuatu undang-undang darurat berdasarkan Pasal 130 Kontitusi RIS yang berisi pembubarannegara-negara bagian dan digabungkan ke dalam RI. Undang-undang itu dikeluarkan padatanggal 7 Maret 1950. Dua hari kemudian, diadakan pemungutan suara bagi persetujuanpenggabungan Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Madura ke dalam RI. Setelah itu, berbagai daerahdan negara bagian mengajukan permohonan untuk menggabungkan diri ke dalam RI. Sehinggapada akhir Maret 1950 tinggal empat negara bagian yang masih berdiri, yaitu Kalimantan Barat,Negara Sumatera Timur (NST), Negara Indonesia Timur (NIT) dan R I yang wilayahnya menjadi lebih luas.
Setelah Kalimantan Barat digabungkan kedalam RI melalui sidang MajelisPermusyawaratan pada tanggal 22 April 1950,maka tinggal tiga negara bagian dalam RIS,yaitu; RI, NST, dan NIT. Masih kokohnya dua negara bagian terakhir itu disebabkan beberapafaktor. Berhubungan dengan kokohnya NIT sebagai negara bagian dalam RIS, terdapat banyakhal bersifat kompleks yang telah membentuk aliansi anti republik. Aliansi itu terdiri dari kaumbangsawan Melayu, bagian terbesar raja-raja Simalungun, beberapa Kepala Suku Karo, dankebanyakan tokoh masyarakat Cina.Mereka itu semua merasa kedudukannya terancamdengan berdirinya negara baru. Perasaan itu muncul karena selama tahun-tahun awalkemerdekaan terdapat pengalaman pahit berkaitan dengan tekanan kaum republik terutama kaumpemudanya yang sangat anti bangsawan. Oleh karena itu, bagi kaum bangsawan Sumatera Timurmereka mendambakan kembalinya Pemerintah Kolonial Belanda yang mampu menjaminkedudukan dan keselematannya. Dalam pandangan kaum bangswan Melayu, RI akan mengancamkelanjutan perlindungan dan keistimewaan yang mereka nikmati di bawah payung pemerintahkolonial.
Kondisi itu kemudian ditambah munculnya kesadaran oleh para petani Melayu padaakhir 1945 bahwa ada keinginan di kalangan mayoritas penduduk non-Melayu untuk menghapushak-hak istimewa kaum Melayu atas tanahnya.
Sehingga mereka menyambut baikkalangancampur tangan Belanda di Sumatera Timur. Harapannya adalah dengan kembalinyaBelanda, maka akan pulih kembali hak-hak adat penduduk Melayu maupun penduduk aslilainnya. Selain itu, tentu saja akan terjaga segala kepentingannya.Bersamaan dengan itu beberapa anggota pribumi Pemerintah Kolonial yang kolot,terutama beberapa tokoh Batak karena takut terhadap penguasaan Pemerintah Republik oleh kaum”ekstrimis” bergeser lebih jauh ke dalam kubu kaum anti-republik.Perasaan phobia terhadapkehadiran RI juga merasuki kaum Cina di Sumatera Timur. Mereka itu telah menderita di bawahtekanan kaum ”ekstrimis” republik. Bentuk fisik yang berbeda dengan penduduk asli, ditambahdengan kedudukan ekonomi yang lebih baik sehingga sering menimbulkan kecemburuan sosial.
Semua itu menjadikan orang-orang Cina sebagai sasaran kekejaman para pemuda ”pejuang”.Selama bulan-bulan awal revolusi sekelompok pemuda secara teratur merampoki toko-toko dangudang-gudang milik orang Cina.Sebagai jawabannya kemudian masyarakat Cina di Medanmendirikan kesatuan Poh An Tui, yaitu pasukan keamanan Cina yang dipersenjatai Inggris.Mereka ini meronda daerah pecinan di Medan, Binjai, dan Pemantang Siantar. Kesatuan tersebutbersama dengan pasukan Belanda turut serta mempersiapkan berdirinya NST yang disponsoriBelanda dan bangsawan setempat.Secara riil, kelompok masyarakat yang tergabung dalamaliansi anti RI sesungguhnya hanya sepertiga saja dari jumlah seluruh pendukungnya.Akantetapi dengan adanya perpecahan antar elit dan masyarakat membuat daerah itu mampudimanfaatkan Belanda sebagai salah satu negara bagian dengan tokoh-tokoh dan pasukan militeryang kuat dan gigih menentang keberadaan RI di wilayahnya.Kombinasi dari semua faktor itu akhirnya mendukung lahirnya aliansi anti republik diSumatera Timur. Keadaan itu membuat NST masih berdiri hingga saat terakhir eksistensi RIS.
Walaupun demikian, tidak berarti rakyat di Sumatera Timur tidak menghendaki pembubarannegara bagiannya dan memilih bergabung dengan RI. Selama revolusi fisik, di Sumatera Timurbahkan muncul berbagai macam kelompok bersenjata yang gigih berjuang melawan Belanda.Meskipun kontrol pemerintah pusat terhadap mereka sangat lemah, bahkan dapat dikatakan tidakada sama sekali.NIT mampu bertahan hingga akhir karena beberapa faktor. Pertama, Belanda sejak awalsudah memilih Indonesia Timur untuk dijadikan daerah utama yang akan bergabung dengansebuah negara federal Indonesia Serikat. Di samping itu, ada satu hal yang penting yaitu; secaramiliter Belanda aktif di kawasan itu. Belanda sejak lama menjadikan daerah Ambon danMinahasa sebagai keanggotaan KNIL.Dengan kondisi itu, tidak heran bila IndonesiaTimur menjadi daerah pertama yang dijadikan Belanda sebagai daerah bagian yang akanbergabung ke dalam apa yang disebut Negara Indonesia Serikat.
Indonesia timur dapat seperti itukarena Belanda mempunyai persiapan matang untuk kembali berkuasa di wilayah tersebut.Kondisi itu disebabkan adanya dukungan kuat dari militer Australia yang ditugasi Sekutuuntuk mengamankan kawasan tersebut terhadap Belanda. Oleh karena itu, para pejabat NICA(Netherlands Indies Civil Administration) dengan leluasa dapat masuk ke wilayah Sulawesidengan membonceng pasukan Sekutu, termasuk pasukan pelopor yang mendarat di Makassar 21September 1945. Mereka itulah yang kemudian membebaskan semua tahanan Sekutu di SulawesiSelatan dan menempatkan sekitar 3000 orang Belanda bekas tahan Jepang kembali ke Makassar.Keadaan itu memang berbeda dengan tindakan pasukan Inggris di Jawayang tidak leluasa karena khawatir membahayakan keselamatan tahanan dan tawanan perang yangbanyak jumlahnya. Pasukan Australia di Sulawesi relatif bebas untuk berurusan dengan pasukanJepang ataupun dengan bekas pejabat lokal.Tujuan utama mereka adalah mendirikan pemerintahan yang dapat menjamin ketertibanumum dan mendapatkan beras dari daerah pedalaman bagi kebutuhan pangan pendudukMakassar. Untuk itu mereka segera mengangkat para pejabat Belanda sebelum PD II. Beberapadiantaranya adalah interniran yang baru saja dibebaskan dari kamp tahanan Jepang, sebagaipejabat sementara pemerintahan sipil. Kondisi itu segera dipergunakan Belanda untuk membanjiridaerah-daerah yang diduduki Pasukan Australia dengan pasukan Belanda dan bekas pegawaipamong praja (Corps Binneland Bestuur), seperti residen, asisten residen, kontrolir atau jabatan lainnya.Dengan demikian sesungguhnya tentara Australia telah bekerja untuk kepentinganBelanda.
Dukungan terang-terangan pasukan sekutu (Australia) terhadap Belanda dapat diketahuidari maklumat Panglima Tentara Australia di Makassar Brigadir Jendral Chilton pada tanggal 29Oktober 1945 yang isinya sangat menekan gerakan pemuda pendukung proklamasi kemerdekaan.Salah satu isinya adalah melarang orang memakai seragam militer atau uniform lain, selainanggota pasukan Sekutu atau polisi. Selain itu, dalam maklumat itu juga melarang pendudukuntuk mengikuti latihan militer, memakai atau mempunyai segala macam senajat api dan senjatatajam, mengadakan pawai atau pertunjukan, dan sebagainya. Lebih lanjut Jendral Chilton bahkantelah melarang Gubernur Sulawesi saat itu Dr. G.S.S.J. Ratulangi untuk menjalankan tugasnya,karena pemerintaha sipil telah dijalankan oleh NICA dengan tanggung jawab dan perlindungantentara Australia yang bertindak sebagai kesatuan Sekutu. Apabila perintah itu dilanggar oleh Dr.G.S.S.J. Ratulangi maka terhadapnya akan diambil tindakan penahanan.
Posisi Belanda semakin kuat dengan diijinkannya Pemerintah Belanda menempatkanseorang berpangkat Chief Commanding Officer NICA (Chief Co-NICA) di Morotai mendampingiPanglima Tertinggi Tentara Australia. Chief Co-NICA ini mempunyai wewenang seluruh wilayahIndonesia Timur dan Kalimantan (kecuali Bali). Selain itu dia juga membawahi semua petugasNICA yang ada di Indonesia Timur. Dengan kesempatan yang diberikan oleh Pasukan Australia,Belanda dalam waktu singkat berhasil mengembalikan fungsi aparat pemerintahannya di wilayahIndonesia bagian timur. Semuanya itu jelas mempunyai pengaruh atas perkembangan politik diwilayah yang bersangkutan.
Oleh karena dengan persiapan matang itulah, maka secara politiswilayah Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku yang kemudian disebut sebagai Indonesia Timurmenjadi salah satu daerah yang secara politis cukup kuat untuk menjadi semacam daerah yangberdiri sendiri terpisah dengan Pemerintah RI di Yogyakarta. Hal itulah yang menyebabkan NITdapat bertahan lama menjadi daerah bagian dalam wilayah federal RIS.Semua kondisi itu kemudian ditambah dengan adanya dukungan yang datang dari paraaristokrat, terutama mereka yang telah diangkat sebagai pengganti para kepala dan penguasa yang pro-RI.Sehingga kedudukannya sangat tergantung kepada keberadaan dan dukunganBelanda. Mereka itu biasanya adalah para bekas Binneland Bestuur (pamong praja) yang dulunyabekerja untuk Belanda pada masa kolonial. Oleh karena itu wajar apabila kemudian bekerjakembali untuk tuannya itu.Bersama-sama dengan polisi lokal yang dipekerjakan di bawah kekuasaan dan tanggungjawab Pemerintah Indonesia Timur melalui SK Letnan Gubernur Jendral 14 Maret 1946 No 3 danSK Komisariat Pemerintahan Umum untuk Borneo dan Timur Besar tanggal 14 Maret 1946 NoARC 1/9/43 dan No ARC 1/9/7. Kondisi itu berarti semua residen, asisten residen, kontrolir, danpamong praja Indonesia seperti bestuur assistant, menteri polisi dan pegawai administrasi lainnya,demikian juga dengan pegawai kepolisian dari Hoofkomisaris sampi pangkat terendah yangdulunya dipekerjakan di wilayah Indonesia Timur mulai saat itu ada di bawah kekuasaan dantanggung jawab Kementerian Dalam Negeri NIT.
Dengan semua latar belakang yang seperti itu wajar apabila NIT mampu bertahan hinggaakhir dalam tubuh RIS. Meskipun demikian dalam wilayah NIT dapat pula diketemukangerakan perlawanan terhadap Belanda yang sangat keras, bahkan tidak kalah kerasnyadibandingkan yang ada di Jawa. Akan tetapi, karena kuatnya militer Belanda di sana, makagerakan kaum republiken dapat diatasi oleh Belanda dan para kolaboratirnya. Pada akhirnyaketika militer Belanda ditarik dari wilayah itu, maka kaum federalis mulai menyadari bahwamereka tidak akan mampu bertahan dari arus republiken. Hal itu semakin jelas ketika ribuantahanan politik yang semuanya kaum republiken dibebaskan, maka tuntutan terhadap pembibaranNIT dan penggabungan ke dalam RI semakin nyata dan kuat.Sehubungan dengan semakin kuatnya gerakan pro-republik, maka tanggapan yang diberikan oleh elit NIT ada dua cara. Pertama, mereka berusaha mencegah gerakan tersebut.
Akan tetapi ketika gerakan itu semakin kuat, maka mereka berusaha memisahkan diri denganmembentuk negara terpisah dari Indonesia. Gerakan ini dipimpin oleh Dr. Soumokil cs yangberusaha mendirikan Republik Maluku Selatan (RMS). Sedangkan yang lainnya berusha untukmeleburkan diri ke dalam tuntutan masyarakat. Sebagaimana yang dilakukan oleh Presiden NITSukawati, Menteri Dalam Negeri Daeng Passewang dan lainnya yang ada dalam kabinet terakhirNIT. Sesungguhnya kabinet terakhir NIT berisi tokoh-tokoh yang siap meleburkan NIT ke dalam RI.Oleh karena itu proses perubahan RIS menjadi negara kesatuan dapat berjalantanpa hambatan dalam tataran politis.
D. Peleburan Federal Menjadi Negara Kesatuan
Dengan semua perkembangan politik di Indonesia itu memaksa para elit yang ada di NIT dan NST untuk berunding dengan pemerintah RIS. Oleh karena itu, dari tanggal 3 sampai 5 Mei 1950diadakan perundingan antara PM RIS M. Hatta, Presiden NIT Sukawati, dan PM NST Dr.Mansyur. Hasilnya adalah disetujuinya pembentukan suatu negara kesatuan. Akan tetapi, padatanggal 13 Mei 1950 Dewan Sumatera Timur menentang keputusan itu. Meskipun demikian,Dewan Sumatera Timur masih bersedia menerima pembubaran RIS dengan syarat NSTdileburkan ke dalam RIS bukan ke dalam RI. Walaupun ada dukungan kuat dari sebagian besarpenduduk Sumatera Timur, tetapi PM Hatta mendukung Dewan NST. Keputusan Hatta itudidasari situasi di Sumatera Timur yang masih rapuh untuk bergabung dengan RI. Hatta berpikirbahwa apabila diambil jalan penggabungan NST langsung ke dalam RI, mungkin dapatmendorong para bekas KNIL yang saat itu masih menjadi anggota batalyon keamanan NSTuntuk memberontak sebagaimana tindakan yang diambil teman-temannya di Ambon.Sehubungan dengan hasil konferensi antara Hatta, Mansyur dan Sukawati, maka sebagaitindak lanjut diadakan perundingan antara PM-R I S Hatta yang mewakili NIT beserta dengan NST di satu pihak dan PM-RI A. Halim pada pihak lainnya. Hasilnya adalah tercapainyapersetujuan pada tanggal 19 Mei 1950 diantara kedua belah pihak untuk membentuk NKRI.
Persoalannya adalah bagaimana cara untuk membentuk sebuah negara kesatuan, sebagaimanayang dikenhendaki seluruh rakyat Indonesia.Pilihan yang diambil para pemimpin Indonesia adalah dengan cara mengubah Konstitusi RIS. Pilihan ini diambil karena apabila semua negara bagian melebur ke dalam RIS (RI akanmenjadi satu-satunya negara bagian dari RIS, sehingga RIS akhirnya terlikuidasi) akanmenimbulkan berbagai macam kesulitan.
Pertama, akan timbul masalah dengan para bekas anggota KNIL. Di samping itu ada alasan penting lainnya menyangkut hubungan dengan luarnegeri. Jika seluruh negara bagian bergabung dengan R I, maka akan timbul kesulitan.Persoalannya adalah R I yang masih eksis adalah R I sebagai negara bagian RIS(sebagai akibat persetujuan KMB).Padahal yang menyelenggarakan hubungan luar negeri adalah RIS yang telah dilikuidasi.Dengan perkataan lain proses kembali dari RIS ke NKRI melalui cara ini berartipeleburan negara yang telah mendapat pengakuan internasional dengan memunculkan sebuahnegara baru. Oleh karena itu agar pengakuan dunia internasional tetap terpelihara secarayuridis,maka pembubaran RIS harus dihindari.Satu pilihan cerdik akhirnya diambil, yaitu dengan jalan mengubah konstitusi RIS. Jadi secara yuridis NKRI adalah perubahan dari RIS sebagai negara federal menjadi Negara berbentuk kesatuan. Melalui cara itu terhindar permasalahan berkaitan dengan dunia internasional.
Apabila RIS dibubarkan dan digantikan oleh RI sebagai negara bagian dalam tubuh RIS, makanegara baru yang muncul itu tidak dapat menjalankan hubungan internasional secara yuridisformal. Hal itu disebabkan RI sebagai negara bagian tidak dapat menyelenggarakan hubunganinternasional. Akan lain persoalannya apabila RIS berganti menjadi negara kesatuan. Secarayuridis tidak akan ada permasalahan dengan dunia internasional, karena yang berubah hanyakonstitusinya saja, bukan negaranya.
E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa bahwa perkembangan masalah ketatanegaraanIndonesia masa revolusi sangat erat kaitannya dengan kehadiran kekuatan asing. Indonesiamengalami perubahan bentuk negara dari kesatuan menjadi negara federal bukan saja disebabkanoleh faktor dalam negeri, tetapi ada hubungannya dengan kehadiran Belanda dan Australia.
Kuatnya keinginan Belanda sebagai negara koloni untuk mempertahankan pengaruh dankekuasaannya di Indonesia membuat negara ini sempat mengalami perubahan bentuk negara.Selain itu, masih ada satu faktor lagi yaitu adanya sebagian kecil masyarakat Indonesia yangmerasa lebih nyaman dan tenang di bawah payung kolonial Belanda membuat ide negara federaldapat hidup dan bertahan selama masa sekitar KMB. Kehadiran pasukan Belanda dengankekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan militer Indonsia, yang baru terdiri dari pemudapejuang menjadikan pendukung ide negara federal di beberapa tempat berada di atas angin. Olehkarena itulah, negara federal dalam bentuk RIS sempat terwujud melalui KMB, meskipun hanyaseumur jagung.
Terjadinya perubahan dari negara federal menjadi negara kesatuan tidak dapat disangkaldisebabkan dukungan politik dari masyarakat Indonesia terhadap ide negara federal sesungguhnyasangat lemah. Ide negara federal muncul dari ambisi politik orang-orang Belanda yang agaknyatakut negerinya tidak lagi mempunyai peran di Asia. Oleh karena itulah ketika masalahkemerdekaan Indonesia sudah tidak dapat ditawar lagi, mereka memperkenalkan ide mengenaipembentukan negara federal. Akan tetapi, ide ide hanya didukung oleh sebagain kecil masyarakatIndonesia, yaitu mereka yang pernah merasakan nikmatnya hidup dalam lindungan kekuasaankolonial Belanda. Hal itu terbutki ketika sebagian besar pasukan Belanda mulai ditarik dariIndonesia. Bersamaan dengan itu dibebaskannya tahanan politik yang sebagaian besar merupakanelit politik pro-republik membuat desakan masyarakat untuk mengganti negara federal kepadabentuk negara kesatuan semakin kuat. Dengan demikian jatuhnya negara federal tinggalmenunggu waktu setelah situasi politik di Indonesia benar-benar berubah.
Daftar Pustaka
George Mc Turnan Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indoensia (Jakarta: PustakaSinar Harapan kerja sama dengan Sebelas Maret University Press, 1995), hlm. 571.
Meutia Farida Swasono, Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan (Jakarta: Sinar Harapan, 1980), hlm.184-187.
G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20 II (Yogyakarta: Kanisius 1988), hlm. 70
Kahin, 1995, op. cit., hlm. 569.
Herbert Faith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia (New York: Ithaca, 1962), hlm. 47.
Kahin, 1995, op. cit., hlm. 572-578; Beberapa perwira polisi Belanda yang disersi dan terlibat dalam aksigerakan Westerling adalah Bolk van Beelden dan Van der Meulen. Selain itu terlibat pula dua seksi dari resimenStootoepen. Lebih jelas baca; Indonesia Timur, 24 Januari 1950. Lihat juga A.H. Nasution, Memenuhi PanggilanTugas II (Jakarta: Gunung Agung, 1983), hlm. 223.
Sewaka, Tjorat-Tjoret dari Jaman ke Jaman (Bandung: Visser, 1955), hlm. 171.
Tanu Suherly, Sekitar Negara Pasundan, Naskah Seminar Sejarah Nasional II(Yogyakarta: 26-29 Agustus 1970).
Helius Sjamsudin et al., Menuju Negara Kesatuan: Negara Pasundan (Jakarta: Departemen Pendidikandan Kebudayaan, 1992), hlm. 82.
Majelis Permusyawaratan adalah sidang gabungan parlemen RIS dan Senat RIS.Kahin, 1995, op. cit., hlm. 579.
Michael van Langenberg, Sumatera Timur: Mewadahi Bangsa Indonesia dalam Sebuah Karesidenandi Sumatera Timur”, dalam Audery Kahin, Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan (Jakarta: Pustaka UtamaGrafiti, 1990), hlm. 140.
Michael van Langenberg, “Class and Etnic Confliv in Indonesia’s Decolonization Process: A StudyCase of East Sumatra” in Indonesia XXXIII, April 1982, hlm. 11.
Michael van Langenberg, 1990, op. cit., hlm. 139. Lihat juga; Mohammad Said, Empat Belas BoelanPendoedoekan Inggris di Indonesia (Medan: Berita Antara, 1946), hlm. 121-122.
Barbara S. Harvey, “Boneka dan Patriot”, dalam Audrey R. Kahin, 1990, op. cit., hlm. 223.
hlm. 217; Lihat juga W.B. Russel, The Second Fourteenth Batalion: A History of an AustralianInfantry Batalion in the Second World War (Sydney: Angus and Robertson, 1948), hlm. 312.
Ida Anak Agung Gde Agung, Dari Negara Indonesia Timur ke Republik Indonesia Serikat(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985), hlm. 40.
Barbara S. Harvey, 1990, op. cit., hlm. 227.
Ida Anak Agung Gde Agung, 1985, op. cit., hlm. 187.
R. Nalenan, Arnold Mononutu: Potret Seorang Patriot (Jakarta: Gunung Agung, 1981), hlm.203.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan Komentar Disini